Ramadan tiba dengan selalu sederhana tapi penuh makna. Sibuk kejar-kejaran dengan waktu untuk jadwal tayang ragam materi. Kemarin itu bonus-bonus tahunan turun, tapi sudah pergi ke mana. Semua masuk pos-pos pengurangan dengan seksama dan rapat sekali barisannya.
Di rumah-rumah makanan mulai dipreparasi dengan sedemikian rupa, mempermudah hidup di waktu sahur katanya. Bilang saja, mata masih butuh pejam tapi jam tidur semakin menipis batasnya. Mana ada daya lebih untuk memilih "mau makan apa yaa?".
Sudah malam ke tiga tapi belum bisa ikut euforia. Malah jadi makin banyak berpikir, kalau aku mati tiba-tiba, anakku nanti dengan siapa ya?
Meniadakan dan menganggap tiada adalah hal berbeda tapi tetap saja menyakitkan. Tidak lantas sembuh dengan sendirinya. Perlu waktu dan penerimaan. Baik dari sisi warasku dan sisi egoku.
Aku tidak lantas harus selalu dewasa menghadapimu, kadang ada kalanya aku seperti bunga kecil tak terlihat dan terinjak. Kamu lupa, aku juga bisa rapuh dan butuh perlindungan.
Besok-besok, beban itu boleh dibagi tapi kumohon berjalanlah dengan tegak tanpa harus menginjak dan lantas meninggalkanku di belakang. Kamu tidak boleh meniadakan eksistensiku yang ada bersamamu sejak lama.
Bukankah kamu merasakan resah kalau aku tidak ada? Oh, atau bisa jadi kau memang tidak peduli. Lantas untuk apa aku harus?
Kupikir, kalau kita konsisten dalam kesetiaan tidak ada lagi godaan yang mempan. Ternyata ya tidak juga. Kalaupun bentuknya bukan melulu nyata, pikiran justru adalah godaan yang paling berbahaya dan bisa memakanmu dalam sekejap saja.
Berkomitmen itu berat.
Di luar, jangkrik dan kodok sudah seperti orkestra. Padahal hari tidak hujan. Malah cenderung panas dan super bikin gerah. Dia sedang ke luar menemui teman-temannya. Hari ini spesial tongkrongan pelepas jengah dan bebas berkata apa saja. Gadis kecil sudah tidur dengan cantik di kasurku, selalu, setiap malam. Tinggal aku yang sekarang kelaparan sekaligus terlalu kenyang. Bingung harus mulai mengurai dari mana, untuk setiap rasa.
Di luar, langit masih tampak terang. Meski bulan tidak lagi bulat sempurna, karena sudah lewat purnama. Sudah berapa hari puasa? Hitungan itu mengabur.
Kalau besok lusa aku pergi, gadis kecil bisa makan dengan baik dan terpenuhi gizinya kan ya?