Sky

Once in 350 Years.

By orangemitrada - 1.6.16

The god of underworld, Batara Kala, slowly swallows the sun and the moon. He is known as the god of time and destruction, and he makes the sun and moon disappear, bringing darkness to daytime.
Itulah sekelumit legenda yang umum ada di Indonesia untuk menceritakan bagaimana terjadinya gerhana matahari.
I took fewer shots during the full eclipse because I wanted to enjoy the moment rather than concentrate on capturing it.
Karena Jakarta bukanlah titik sempurna untuk mengamati gerhana total, maka tidaklah ada foto-foto cincin permata itu di dalam memori kamera. Karena juga tidak ada sepeda pribadi untuk dikemudikan, maka tidaklah ada masa mengayuh sepeda dari mess sampai Planetarium Jakarta. Karena setelah itu semua akan langsung pulang ke rumah, maka banyaklah gembolan di belakang punggung.
Mungkin masyarakat termakan oleh keramaian tajuk ‘350 tahun sekali’ karenanya tempat ini terasa sesak penuh manusia. Memang tidak semua tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi yang disayangkan adalah ketidaktahuan sama sekali tentang ‘jangan pandang mataharinya langsung’. Kalau nanti terjadi apa-apa barulah dia kecewa.
Sesak memadati area, sibuk mengambil kacamata untuk sekeluarga lalu tetap berbondong-bondong antri ke dalam kubah raksasa. Wahai para orang tua dan mudi-muda, pahamilah kalau sudah berkacamata untuk apa pula kau paksa sesak di dalam ruang. Selain menghabiskan jatah gratis kacamata, kalian juga sudah merampas kesempatan yang tidak berkacamata untuk masuk ke dalam.
Gerutu-gerutu kesal, kecil, lirih, terdengar silih berganti di kuping kanan kiri. Saya dan teman-teman yang kadung tidak dapat dua-duanya-kacamata dan masuk ke ruang pengamatan-akhirnya jalan-jalan saja. Duduk di Sevel, makan pagi, dan bersiap untuk Sholat Gerhana. Lalu berfoto bersama sekedar untuk menyenangkan diri sendiri.
Tapi ternyata ego seorang Ria tidak bisa dikalahkan, masa sudah sampai sini tidak bisa juga lihat gerhananya? Maka transaksi pinjam meminjam kacamata akhirnya terjadi. Dan taraaa....
Meski tidak sempurna, tapi kami semua berhasil untuk sekedar lihat-lihat prosesi pembentukan cincin berlian. Prosesinya saja. Karena apa mau di kata, ini di Jakarta.


Keadaan waktu itu kelam, tidak gelap pekat. Tapi membuat hari menjadi tidak ada semangat. Tidak ada terobos cahaya dari sela daun dan dahan yang biasa saya lihat di sekitaran Menteng. Mungkin ini kenapa jaman dulu kata mama ketika beliau kecil, ketika gerhana orang akan lebih memilih berkumpul bersama keluarga, menunaikan ibadah bersama, memperbanyak istighfar kepada Allah, karena setelah kelam redup bisa saja cahaya tak pernah kembali,.
Kan bisa saja..

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar