Eksistensi Martabat Manusia

By orangemitrada - 21.2.12

Bismillah....

Pertama kali posting beginian. Sesuatu ilmu berat yang butuh pemikiran panjang lebar, mencari keterangan sana sini. Copy paste lalu diolah sedemikian rupa. Huah... :) Akhirnya selesai juga.....


Eksistensi Martabat Manusia judulnya...


Kuis

1. Uraikan mengenai tujuan manusia diciptakan Tuhan di dunia ini ! ?
2. Sebutkan tujuan manusia di dunia bagi diri sendiri, masyarakat dan negara ! ?
3. Sebutkan apa fungsi dan peranan manusia di muka bumi ini !

Jawaban:
  1. Manusia diciptakan di dunia untuk menjadi seorang pemimpin yang mampu memimpin pengikut dan khususnya dirinya sendiri. Untuk memanfaatkan apa yang telah Allah berikan dan pergunakan kesempatan untuk berbuat baik demi kepentingan akhiratnya.

...”dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kami dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia dan berkembang biak.” (QS Ar-Ruum:20)

...”dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah roh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS Al-Israa:85)

Dari dua ayat tersebut terlihat bahwa keberadaan manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah Maha Besar. Terkait dengan tujuan manusia di dunia, Allah berfirman:
...”dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzaariyat:56)

Inilah jawaban Allah atas keberadaan manusia di dunia. Manusia ada di dunia untuk mengabdi kepada Allah. Bentuk pengabdian ini mengakui keberadaannya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan. Sebagai bentuk mengakui keberadaan Allah, adalah dengan mengikuti rukun iman dan islam. Sebagai wujud keimanan, Allah menyatakan bahwa manusia tidak cukup hanya meyakini dalam hati tetapi manusia harus melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Allah memerintahkan umat Islam untuk masuk ke dalam Islam secara total, secara kaffah dan menjauhi perilaku setan, yang senantiasa mengajak kepada keburukan. Menjadi Muslim yang benar adalah dengan mengerti, memahami dan melaksanakan dalam kehidupan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan Allah.

  1. Tujuan manusia di dunia bagi diri sendiri, masyarakat dan negara memiliki beberapa kesamaan, yaitu agar berguna bagi sesamanya dan mendapatkan kebaikan untuk bekal kelak di akhirat nanti. Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain atau sesamana. No one can life lonely, so we have to share everything and do the best that we can do for other.

Sedangkan tujuan manusia di dunia bagi masyarakat adalah keberkahan dalam hidup yang berlimpah. Kecukupan kebutuhan hidup ini menyangkut kebutuhan fisik seperti perumahan, makan, pakaian, kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah diperoleh bila masyarakat beriman dan bertaqwa, maka Allah akan memberikan siksa dan jauh dari keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam masyarakat ingin hidup damai dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap anggota masyarakat untuk memelihara taqwa dan iman.

Lalu tujuan manusia dalam bernegara? Kita ingin negara kita menjadi negara yang baik, yaitu negeri yang makmur. Kita semua sebagai anak bangsa harus rajin bersyukur. Terhadap setiap nikmat mari kita bersyukur. Apabila banyak warga negara yang tidak mensyukuri nikmat Allah, bahkan berkeluh kesah atau mengingkari nikmat Allah, bahkan berkeluh kesah atau mengingkari nikmat maka akan membuat bangsa tersebut penuh bencana dan kesulitan.
Berikan yang terbaik dengan apa yang bisa kita hasilkan, meskipun itu adalah sebuah tindakan kecil, tapi tetap akan bermanfaat untuk kemajuan negara.

  1. Peran dan fungsi manusia di muka bumi ini.
    Sesuai dengan apa yang tertulis dalam al-quran bahwa manusia adalah khalifah. Maka fungsi dan peranan di dunia ini memang ditunjuk sebagai khalifah.
Allah berfirman:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? 'Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS Al Baqarah:30)

Dalam kamus Bahasa Indonesia, khalifah berarti pemimpin umat. Menjadi pemimpin adalah fitrah manusia. Namun, karena satu dan lain hal, fitrah ini tersembunyi, bahkan tercemar telah lama hilang. Akibatnya, banyak orang yang merasa dirinya bukan pemimpin. Mereka telah lama menyerahkan kendali hidupnya pada orang lain dan lingkungan sekitar.

Allah swt berfirman dalam Surat Al-An’aam ayat 165 :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلاَئِفَ الأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٦٥﴾
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalifah) di bumi, dan Dia meninggikan sebagian dari kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu….”



Forum

Pengantar Pembahasan

Manusia diciptakan oleh Allah SWT. Dan dia berasal dari dzat ketuhanan. Manusia adalah salah satu manifestasi Tuhan. Maka, pada diri manusia terdapat eksistensi Tuhan. Sesungguhnya Tuhan menghendaki agar manusia menuju kepada kesempurnaan, sebagaimana contoh sempurnanya manusia suci seperti Nabi Muhammad SAW.

Namun dalam realitas kehidupan ini, justru sering terjadi ketimpangan. Manusia yang selalu berkarakter baik, niscaya mencerminkan unsur rabbani (ketuhanan). Sementara kebanyakan manusia yang berkarakter buruk mencerminkan unsur syaithani (syetan). Bahkan ketika manusia sudah tersesat, dia seperti hewan bahkan lebih sesat daripada hewan.?

Pertanyaannya :
  1. Mengapa ketimpangan dalam realitas kehidupan ini mesti terjadi ? (sebutkan 3 alasan beserta penjelasannya)
  2. Apa dan bagaimana usaha anda untuk menjadi manusia yang selalu memilih jalan hidup yang baik, sehingga menjadi insan yang dapat menuju kesempurnaan, yang mencerminkan unsur rabbani (ketuhanan) ? (3 poin beserta penjelasan)

Jawaban:
  1. Ketimpangan dalam realitas kehidupan masih sering terjadi karena adanya kecenderungan fitrah dalam diri manusia.
    Dalam diri manusia terdapat serangkaian naluri, perasaan, hasrat, tendensi, karsa, keinginan, dan respon batin serta aktivitas dan kualitas kejiwaan lainnya. Dalam bahasa Muhammad Taqi Misbah Yazdi, sesungguhnya manusia memiliki fitrah-fitrah tertentu.
  • Kecenderungan fitrah, manusia memiliki kecenderungan fitri untuk mengetahui, mengenal, dan meliput hakikat-hakikat wujud. Potensi ini ada sejak masa kanak-kanak hingga akhir hayatnya.
  • Kecenderungan berkuasa, bahwa manusia mempunyai hasrat untuk menguasai dan mendominasi terhadap eksistensi-eksistensi lain.
  • Kecenderungan cinta dan penghambaan, yaitu bahwa manusia memiliki hasrat untuk membentuk suatu kesalingterikatan dan jalinan hubungan dengan individu lain dalam bentuk saling mencintai atau berkasih sayang.
  • Kecenderungan mencari kenikmatan, yaitu suatu fitrah manusia untuk menginginkan kenikmatan, kesenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Dan sebaliknya akan berusaha menghindar dari kesengsaraan, derita dan kegetiran.1
    Sehingga, masih menurut Muhammad Taqi Misbah Yazdi, bahwa dari beberapa kecenderungan manusia tersebut, disimpulkan bahwa hasrat dan potensi fitrah manusia memiliki jangkauan ke arah tidak terbatas. Ia mempunyai serangkaian hasrat dan keinginan yang tak terbatas, dan ini merupakan kecenderungan tipikal manusia.
Oleh karena adanya kecenderungan fitah tersebut, maka manusia akan berkembang sesuai fitrah pada dirinya dan kemudian dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Di mana keadaan tersebut juga akan membuat pola hidup yang berbeda untuk tiap individu sehingga bisa jadi salah satu alasan terjadinya ketimpangan sikap di masyarakat.
Alasan lain yaitu pembawaan dari karakter yang dimiliki akan berpengaruh terhadap aura sekitarnya. Jika sikap seorang mencerminkan kebaikan tentu akan disangkutpautkan dengan segala macam kebaikan, kehalusan budi pekerti, dan kelembutan hati. Mengarah kepada apa yang telah Nabi lakukan dan Allah ajarkan. Sedangkan untuk sikap seorang yang tidak baik, buruk, bahkan berbuat terscela dan mencoreng harga dirnay serta harga diri agamanya, tentu ia akan disamakan dengan sikap-sikap Syaitan yang membangkang terhadap perintah Allah. Ketidaktaatan dan kemungkaran terhadap apa yang seharusnya ia lakukan sebagai mahkluk Allah.
Kurangnya kepedulian untuk saling mengajak ke hal yang benar oleh sesama. Manusia memang tidak sempurna dan tidak dapat hidup sendiri, selain itu manusia pasti tak luput dari kekhilafan baik itu bernilai kecil atau besar. Adakalanya manusia perlu diingatkan dan dijaga dalam keadaan dan lingkungan yang tetap baik, agar terus menjadi baik. Jika hal yang buruk terjadi dan dibiarkan tanpa ada yang ingin merubahnya menjadi lebih baik dan semakin baik, maka ketimpangan akan terus terjadi. Pentingnya saling mengingatkan di jalan Allah itu bisa meminimalisir ketimpangan sikap yang terjadi di masyarakat. Membuat semacam pengingat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, bahwa Allah itu Maha Melihat dan Maha Mengetahui sehingga berusaha untuk terus menjadi manusia yg baik.
….”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr:1-3)
  1. Usaha untuk menjadi manusia yang selalu memilih jalan hidup yang baik sehingga menjadi insan yang dapat menuju kesempurnaan, yang mencerminkan unsur rabbani yaitu sbb:
  • Keep istiqomah di jalan yang telah Allah tentukan, caranya dengan memperbanyak pengetahuan agar tidak tersesat. Meskipun mengetahui suatu ilmu tapi tidak mngerti ilmu itu harus diapakan, maka akan membawa kita ke jalan yg tidak seharusnya.
  • Menjaga lingkungan dan diri sendiri agar tetap selalu berada dalam lingkungan yang baik, berakhlak baik, dan bemental positif.
  • Sebaik apapun keinginan dan usaha kita untuk menjadi manusia yang sempurna, itu tentu tidak akan tercapai. Karena manusia pada hakikatnya tidak ada yang sempurna. Kecuali bila kita benar-benar tulus dan bertawakal saja pada Allah.
  • Minimal tidak melakukan apa yang telah jelas dilarang oleh Allah dan selalu menjalankan apa-apa yang telah Allah perintahkan.
  • Lakukan apapun jenis kebaikan setiap harinya, sekecil apapun itu. Kita akan terbiasa untuk terus hidup untuk berbuat baik bagi sesama.
    -alah bisa karena biasa-


Wallahu'alam....

1 M. Taqi Misbah Yazdi, Ali Ampenan (Pent.), Jagad Diri, (Jakarta : Al-Huda, 2006), Cet. Ke- 1, h. 33 - 59
 


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar