Fragmen 2: Meja Kerja Milik Raina

By orangemitrada - 10.1.18

Seandainya kita bisa berlalu begitu saja tanpa ada yang tahu
Tanpa juga perlu bersembunyi
Membiarkan daun kering terinjak kaki
Atau aroma tubuh menguar di udara
Tapi “andai” hanya milik orang yang tidak mau menerima
Dan aku tahu, kita bukan yang seperti itu
Kita lebih dari itu
..
bip bip bip kursor terus berkedip. Raina selesai berpikir. Menoleh ke jendela, mulai bersandar pada kursi yang ia duduki. Menerawang jauh ke luar kaca. Tidak lagi berpikir, tapi masih bisa merasakan bahwa aroma hujan masuk lewat jendela yang terbuka. Baginya saat itu semesta sedang berhenti bekerja kecuali air yang jatuh dari langit dan suaranya yang memenuhi kepala Raina.

"Na! Lo ngerti kan maksud gue?" kini Rara sudah berada tepat di depan kedua manik mata Raina.
"Ha? Ngerti? Apa?" Raina menatap Rara dengan wajah bingung sempurna.
"Astaga Tuhan! Lo ngelamun ya? Gue dari tadi cerita, ngejelasin panjang kali lebar, satupun gak ada yang Lo simak? Padahal kan gue..." Rara mencecar Raina
"Stop, Ra. Sorry kalau gue tadi gak nyimak. Tapi sumpah, saat ini gue ga butuh cerita dari siapa-siapa. Gue ga butuh dengar apa-apa. Mungkin next time, Ra? Sorry banget." Raina menghentikan Rara dan segera pergi bahkan ketika ia belum menyelesaikan kalimatnya.

"Dih, tu anak stress kali ya. Agak aneh belakangan ini. Ah yaudahlah.." 
Rara sahabat Raina. Baginya. Bagi Rara, Raina adalah hujan, selalu mendinginkan apapun. Tepat di saat suasana yang 'panas' di meja rapat atau perihal cowok tampan di ruang sebelah. Karyawan baru pindahan dari kantor cabang yang baru kemarin datang. Di saat semua mata tertuju ingin berkenalan, Raina yang ditanya pertama malah tidak peduli. Hanya tersenyum sekenanya lalu pamit pergi ke kantin Bi Jumi. 

Bagi Raina, Rara adalah partikel. Ada, mungkin berarti. Tidak ada, tidak jadi masalah berarti. 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar