mengapa begitu sulit menerima saran tentang pengendalian untuk tidak terlalu sering pergi-pergi dari kantor untuk cuti liburan sedangkan kenyataannya hampir seluruh hidup harian rasanya sudah dihabiskan untuk urusan kantor?
apalagi datangnya dari bapak sendiri. yang dimana beliau ga pernah tahu apa yang sebenarnya anaknya ini lakukan kalau udah ada kerjaan yang menuntut jam kerja di atas normal. jadi, haruskah masih ga boleh cuti? haruskah membiarkan cuti hangus begitu saja sampai masanya habis. lalu saya tetap tambah 'tua' tanpa kemana-mana dan apa-apa.
----------------
Lalu pada akhirnya setelah semua itu dipikir lagi, dirasa lagi, orang tua tetaplah orang tua. Yang selalu inginkan yang terbaik untuk anak, menyarankan apa yang mereka anggap baik untuk anak. Apapun, meski kadang penerimaan kita yang tidak pas dan cara mereka yang kita nilai salah. Menerima apa yang tidak kita suka memang tidak mudah, tapi setidaknya bisa saya coba. Tujuannya adalah tetap untuk memuliakan orang tua di hati saya. Semoga saya dijauhkan dari perasaan marah dan tidak karuan untuk hal-hal kebaikan. Karena memang benar, biasanya yang benar menurut kita belum tentu baik, dan sebaliknya. Apa yang tidak kita suka ternyata justru itulah kebaikan yg nyata.
Mari berbenah hati, lapangkan dada.
R
Betapa harus bersyukurnya saya yang tinggal di kota ini, negera ini. Setidaknya saya tidak harus takut untuk berjalan, seperti di Lahore yang tiba-tiba meledak. Setidaknya saya tidak perlu takut duduk santai sore-sore, seperti di Paris saat peluru berhamburan di udara. Dan saya setidaknya tidak perlu takut untuk beraktifitas ke luar rumah, bercengkrama bersama keluarga seperti di Palestina atau kota lainnya di Pakistan. Dimana bom meledak berkali-kali, misil terbang bebas di angkasa dan moncong senjata siap meledak kapan saja.
Saya mungkin belum bisa apa-apa untuk membantu mereka, tapi saya masih bisa bersyukur untuk segala kemudahan saya selama ini. Saya masih hidup dengan aman dengan segala aktifitas dan berjumpa dengan sanak saudara. Begitu pun dengan kamu.
Selesai baca berita semacam ini lagi, kali ini tentang Lahore.
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160329kompas/?abilitastazione=#/1/
Saya mungkin belum bisa apa-apa untuk membantu mereka, tapi saya masih bisa bersyukur untuk segala kemudahan saya selama ini. Saya masih hidup dengan aman dengan segala aktifitas dan berjumpa dengan sanak saudara. Begitu pun dengan kamu.
Selesai baca berita semacam ini lagi, kali ini tentang Lahore.
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160329kompas/?abilitastazione=#/1/
-----
Tidak pernah ada yang tahu secara detail setiap kejadian di masa depan. Dulu kita mungkin tidak menyangka, bahwa GSA akan membawa kita jauh melangkah bersama sampai sekarang. Mulai dari masih prasa-prasi, calon siswa di sekolah. Sampai akhirnya ikut seleksi, ternyata terpilih di kelompok kecil. Ikut merasakan pengalaman rasanya datang ke Kementrian Perindustrian, menyanyi di depan para eselon, menyaksikan acara diskusi, ikut lomba yang sekali-kalinya, kolaborasi dengan mahasiswa AKA.
Tidak ada yang tahu.
Kita akan berjalan sejauh ini bersama. Lulu lulus duluan, Galih menyusul, lalu Qori, saya dan Putu beriringan, Aris yang bahkan sambil liburan aja masih sempet-sempetnya bikin tugas demi kuliah dan akhirnya Agist dan Rifa tunai sudah hari ini.
Tidak ada yang tahu seberapa besar sebenarnya perjuangan untuk ini semua. Membagi waktu kerja, main, kuliah, keluarga, dan lain-lain. Membenahi lagi semangat yang kerap kali acak-acakan menjelang hari-hari tertentu. Memupuk lagi mimpi yang tidak jarang inginnya tetap di tempat dan langsung melesat jauh ke titik tujuan.
Tapi semua itu hari ini sudah selesai.
Kita semua berbahagia atas pencapaian masing-masing. Akan ada masa-masa yang dirindukan ketika harus terus terjaga mengejar revisi, bolak-balik kampus demi bimbingan dosen, dan berkali-kali mikir sampai keriting demi tema skripsi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Well, mungkin akan ada kesempatan itu di tahap selanjutnya. Tinggal siap-siap lagi, kawan!
Masa 'ini' sudah bisa membuat kita tersenyum :)
Maka mari bersyukur...
ps: so, kapan kita foto bareng pakai toga masing-masing?